Belajar dari Berlari
Hampir 6 tahun (dari tulisan ini dipublish) saya menekuni olahraga lari. Dimulai sejak tahun 2015 saya coba untuk serius pada olahraga ini dengan join komunitas, membeli perlengkapan yang proper untuk berlari. Saat itu olahraga lari belum sepopuler sekarang, komunitas dan event yang berkaitan dengan lari masih jarang ditemui.
Konsisten melakukan olahraga lari selama 6 tahun memberikan sayabanyak manfaat. Salah satunya, saya merasa mempunyai kondisi fisik yang cukup baik (karena selama 6 tahun ini tidak pernah mengalami sakit berat dan semoga jangan hehe). Selain manfaat tersebut, dengan berlari saya belajar beberapa hal yang dapat membantu dalam menjalani hidup.
1. Dari berlari saya belajar menemukan kebahagiaan
Setiap selesai berlari biasanya saya sering senyum-senyum sendiri walaupun badan rasanya capek. Setelah baca-baca beberapa artikel, ternyata dengan berlari otak kita mengeluarkan hormon endorfin. Hormon endorfin inilah yang memberikan efek kesenangan.
2. Dari berlari saya belajar menyusun strategi
Ketika ingin menaklukan 100 kilometer pertama saya, tentunya saya harus menyiapkan strategi. Mengamini kalimat “bisa karena biasa”, saya percaya bisa melakukan hal tersebut jika biasa dilakukan.
Pertama yang dilakukan adalah membuat training plan jangka panjang (±1 tahun) agar saya bisa menyelesaikan 100 kilometer tersebut. Kemudian rencana jangka panjang tersebut saya pecah lagi menjadi rencana jangka pendek dan di jadikan semacam action plan untuk satu hari.
3. Dari berlari saya belajar berkorban
Menyambung pelajaran yang ke-2, dengan menjalankan training plan yang sudah dibuat, saya harus berkorban untuk bangun lebih pagi dari biasannya untuk pergi ke stadion.
Selain itu, untuk memenuhi kebutuhan energi, saya harus berkorban untuk tidak makan junk food. Sebagai gantinya, saya harus makan makanan hambar yang tidak ada rasanya, seperti oats atau rebusan sayur-mayur.
4. Dengan berlari saya belajar komitmen, dedikasi dan disiplin
Ketika persiapan untuk berlari sepanjang 100 kilometer tidak boleh asal-asalan. Badan akan dipaksa untuk berlari selama belasan jam untuk menyelesaikannya. Maka dari itu, saya harus menjaga kondisi tubuh agar benar-benar fit. Persiapan yang intens dilakukan jauh-jauh hari sebelum hari-H untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan.
Saat benak seolah meronta untuk menyerah, saya harus melawannya dengan lebih menyakinkan diri sendiri untuk pantang menyerah. Saya memaksanya dengan berkata pada diri saya sendiri: “selesaikan apa yang sudah mulai!”.
5. Dengan berlari saya belajar mengalahkan ego
Ketika sedang dalam kompetisi biasanya saya selalu ingin berlari lebih kencang ketika melihat pelari lain di depan saya. Seolah ego saya berkata, “Ayo jangan kalah!”. Namun, ketika saya menengok ke belakang, ego saya berkata “Pelan saja, yang di belakang masih jauh”.
Hal tersulit bukanlah mengalahkan orang lain, tapi mengalahkan ego diri sendiri. Karena jika menuruti ego, saya bisa saja kehabisan tenaga sebelum menyelesaikan race. Atau bisa saja terlalu santai, sehingga membuang-buang waktu. Kita memang harus benar-benar mengetahui kemampuan diri kita sendiri sebelum melakukan segala sesuatu.
6. Dengan berlari saya belajar bermeditasi
Selama berlari biasanya saya mikirin banyak hal seperti contoh; kerjaan kok revisi mulu, kerjaan kok ga ada habisnya (padahal weekend), duit tabungan kok ga nambah-nambah (hahaha).
Semakin kesini saya jadi bisa memanfaatkan berlari sebagai sarana untuk bermeditasi. Jadi selama berlari saya mencoba melatih fokus pikiran sampai memiliki pandangan yang jernih. Ketika memasuki momentum tersebut saya mencoba mengurai beberapa masalah yang sedang dihadapi.
Terima kasih telah membaca sampai selesai! Tentunya banyak sekali yang dapat di pelajari dari berlari. Semoga dari 6 poin pelajaran tersebut, dapat bermaanfaat untuk pembaca.
Jika Anda memiliki umpan balik atau hanya ingin mengobrol, kirimkan saya pesan di jufryheryanta@gmail.com atau terhubung di LinkedIn.
If this article resonated with you and you’d like to buy me a virtual coffee, you can do so here!